BANGKAPOS.COM, BANGKA
-- Kedatangan pemantau dan penyidik Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) menemui nelayan Desa
Rebo Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka, Rabu (6/6/2012) hari ini,
dalam rangka mencari fakta dan informasi mengenai dampak operasi
kapal isap terhadap kerusakan lingkungan dan terumbu karang, sehingga
menyebabkan nelayan kesulitan mencari ikan untuk menafkahi
keluarganya.
"Kita kemari dalam rangka mencari fakta dan informasi dari nelayan.
Setelah itu ketemu PT Timah dan besok bertemu Pemprov Babel. Jadi belum
ada kesimpulan apapun dalam kasus ini, apalagi kita baru diberitahu
teman-teman Walhi soal kasus ini," kata Nurjaman, Pemantau dan Penyidik
Komnas HAM saat ditemui bangkapos.com, di pantai Rebo
Sungailiat, Rabu (6/6/2012).
Ditambahkannya, informasi yang didapatkan dari masyarakat sangat
berharga untuk bahan pertemuan dan cross chek dengan PT Timah dan
Pemprov Babel. Sehingga, lanjutnya, informasi lebih seimbang dan bisa dicari titik
temu dan solusi dalam menyelesaikan persoalan ini.
"Permintaan masyarakat sangat sederhana, mereka hanya ingin penghidupan kembali seperti semula," ujar Murjaman.
Lebih lanjut Nurjaman mengungkapkan, pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan apakah ada
pelanggaran HAM atau tidak dalam kasus ini, karena informasi yang
didapatkan masih sepihak.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia
didampingi Walhi Provinsi Bangka Belitung menemui perwakilan nelayan
Desa
Rebo Kabupaten Bangka guna menyerap aspirasi nelayan soal penolakan
terhadap operasional
kapal isap di perairan laut Rebo, Rabu (6/6/2012). Pertemuan itu
berlangsung di Pantai Rebo
Sungailiat.
Wendi, wakil nelayan Rebo yang ditemui bangkapos.com mengatakan para
nelayan Desa Rebo saat ini kesulitan mendapatkan
ikan karena daerah tangkapan mereka sudah diganggu oleh operasional kapal
isap.
"Sudah beberapa bulan ini kita susah dapat ikan. Jangankan ikan, kutu aik saja sudah tak muncul lagi," ujar Wendi.
BANGKAPOS.COM, BANGKA --
Direktur Walhi Bangka Belitung (Babel) Ratno Budi mengatakan, berdasarkan hasil sejumlah riset ilmiah yang dilakukan institusi terhadap konsentrasi
aktivitas bawah laut, termasuk terumbu karang, pemulihannya
butuh waktu lama.
"Kalau kondisi terumbu karang di pesisir Sungailiat sudah hancur, maka
bisa dipastikan harapan untuk dunia pariwisata sudah sangat
mengkhawatirkan," ujar Ratno kepada bangkapos.com di sela- sela peringatan Hari Keanekaragaman Hayati di Parai Beach Resort & Spa, Selasa (22/5/2012).
Ia menjelaskan, kalau ada wisatawan yang mengeluh karena tidak diving di
daerah ini karena terganggu penambangan kapal isap, maka tentu menjadi
sebuah masukan yang bagus
bagi pemerintah.
"Selama ini sudah banyak pihak yang berbicara bahwa tambang laut tidak
merusak ekosistem laut, tapi sudah terbukti kalau terumbu karangnya
sudah hancur. Dan, mereka sudah tahu kalau aktivitas kapal isap yang
sedang melakukan pengerukan timah," ungkap Ratno.
Oleh sebab itu, kata Ratno, sudah saatnya pemerintah
memikirkan atau minimal mengurangi izin-izin yang dikeluarkan untuk
aktivitas industri termasuk kapal isap di perairan Sungailiat.
"Kalau tidak bisa menghentikan hl itu, mereka minimal mesti mengkaji
ulang dahulu terhadap dampak yang ditimbulkan termasuk pencemarannya.
Namun tak ada orang yang memikirkan tentang kelangsungan kelanjutan
kondisi laut di Sungailiat dan Bangka ini seperti apa nantinya," ungkap
Ratno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar