Kamis, 07 Juni 2012

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Kedatangan pemantau dan penyidik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemui nelayan Desa Rebo Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka, Rabu (6/6/2012) hari ini, dalam rangka mencari fakta dan informasi mengenai dampak operasi kapal isap terhadap kerusakan lingkungan dan terumbu karang, sehingga menyebabkan nelayan kesulitan mencari ikan untuk menafkahi keluarganya.

"Kita kemari dalam rangka mencari fakta dan informasi dari nelayan. Setelah itu ketemu PT Timah dan besok bertemu Pemprov Babel. Jadi belum ada kesimpulan apapun dalam kasus ini, apalagi kita baru diberitahu teman-teman Walhi soal kasus ini," kata Nurjaman, Pemantau dan Penyidik Komnas HAM saat ditemui bangkapos.com, di pantai Rebo Sungailiat, Rabu (6/6/2012).

Ditambahkannya, informasi yang didapatkan dari masyarakat sangat berharga untuk bahan pertemuan dan cross chek dengan PT Timah dan Pemprov Babel. Sehingga, lanjutnya, informasi lebih seimbang dan bisa dicari titik temu dan solusi dalam menyelesaikan persoalan ini.

"Permintaan masyarakat sangat sederhana, mereka hanya ingin penghidupan kembali seperti semula," ujar Murjaman.

Lebih lanjut Nurjaman mengungkapkan, pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan apakah ada pelanggaran HAM atau tidak dalam kasus ini, karena informasi yang didapatkan masih sepihak.

Sebelumnya diberitakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia  didampingi Walhi Provinsi Bangka Belitung menemui perwakilan nelayan Desa Rebo Kabupaten Bangka guna menyerap aspirasi nelayan soal penolakan terhadap operasional kapal isap di perairan laut Rebo, Rabu (6/6/2012). Pertemuan itu berlangsung di Pantai Rebo Sungailiat.

Wendi, wakil nelayan Rebo yang ditemui bangkapos.com mengatakan para nelayan Desa Rebo saat ini kesulitan mendapatkan ikan karena daerah tangkapan mereka sudah diganggu oleh operasional kapal isap.

"Sudah beberapa bulan ini kita susah dapat ikan. Jangankan ikan, kutu aik saja sudah tak muncul lagi," ujar Wendi.

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Direktur Walhi Bangka Belitung (Babel) Ratno Budi mengatakan, berdasarkan hasil sejumlah riset ilmiah yang dilakukan institusi terhadap konsentrasi aktivitas bawah laut, termasuk terumbu karang, pemulihannya butuh waktu lama.

"Kalau kondisi terumbu karang di pesisir Sungailiat sudah hancur, maka bisa dipastikan harapan untuk dunia pariwisata sudah sangat mengkhawatirkan," ujar Ratno kepada bangkapos.com di sela- sela peringatan Hari Keanekaragaman Hayati di Parai Beach Resort & Spa, Selasa (22/5/2012).

Ia menjelaskan, kalau ada wisatawan yang mengeluh karena tidak diving di daerah ini karena terganggu penambangan kapal isap, maka tentu menjadi sebuah masukan yang bagus bagi pemerintah.

"Selama ini sudah banyak pihak yang berbicara bahwa tambang laut tidak merusak ekosistem laut, tapi sudah terbukti kalau terumbu karangnya sudah hancur. Dan, mereka sudah tahu kalau aktivitas kapal isap yang sedang melakukan pengerukan timah," ungkap Ratno.

Oleh sebab itu, kata Ratno, sudah saatnya pemerintah memikirkan atau minimal mengurangi izin-izin yang dikeluarkan untuk aktivitas industri termasuk kapal isap di perairan Sungailiat.

"Kalau tidak bisa menghentikan hl itu, mereka minimal mesti mengkaji ulang dahulu terhadap dampak yang ditimbulkan termasuk pencemarannya. Namun tak ada orang yang memikirkan tentang kelangsungan kelanjutan kondisi laut di Sungailiat dan Bangka ini seperti apa nantinya," ungkap Ratno. 

Tidak ada komentar: